Sumenep dan Surabaya Masuk Zona Rawan Gempa Menurut Peta Geologi ESDM - Etolesa Etolesa

Sumenep dan Surabaya Masuk Zona Rawan Gempa Menurut Peta Geologi ESDM

Sabtu, 04 Oktober 2025, 08:31
Sumenep dan Surabaya Masuk Zona Rawan Gempa Menurut Peta Geologi ESDM

ETOLESA.WEB.ID - SUMENEP - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat hampir 50 kali gempa susulan mengguncang Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, usai gempa utama berkekuatan M 6,5 dengan kedalaman 11 kilometer pada Selasa malam, 30 September 2025, pukul 23.49 WIB.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyebut gempa susulan pertama terjadi pada 1 Oktober 2025 pukul 00.08 WIB dengan kekuatan M 2,9 di kedalaman 14 kilometer. Gempa terakhir tercatat pukul 07.40 WIB dengan kekuatan M 2,6 di kedalaman 10 kilometer.

“Wilayah Jawa Timur berada pada zona tektonik aktif yang dipengaruhi langsung oleh tumbukan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Proses subduksi di selatan Jawa membentuk zona yang menjadi sumber utama aktivitas gempa dan potensi tsunami,” ujar Wafid dalam keterangan tertulis di Bandung, Sabtu, 4 Oktober 2025.

Selain dipengaruhi zona subduksi, kata Wafid, wilayah Jawa Timur juga berada di jalur sesar aktif di daratan. Beberapa struktur sesar penting meliputi Sesar Kendeng, Sesar Grindulu, Sesar Pasuruan, serta sistem patahan di wilayah Madura dan sekitarnya.

Keberadaan sesar tersebut, lanjutnya, mengontrol deformasi kerak bumi dan aktivitas seismik daratan, sekaligus berperan dalam pembentukan pegunungan serta cekungan di Jawa Timur. Salah satu struktur besar adalah Patahan Naik Baribis Kendeng yang melintang dari barat hingga timur Pulau Jawa dan tersambung hingga ke Flores Backthrust.

“Patahan Rembang Madura Kangean Sakala (RMKS) merupakan struktur geologi utama yang berada di Kabupaten Sumenep,” jelasnya.

Pulau Madura, menurut Wafid, merupakan bagian dari sistem patahan geser mengiri yang membentuk struktur geologi kompleks. Kabupaten Sumenep tersusun oleh batuan sedimen Tersier dan Kuarter yang termasuk dalam Lajur Rembang, dengan formasi batuan berfasies lempungan, pasiran, dan gampingan.

“Daerah Kepulauan Kangean dan Sapudi memiliki tatanan batuan berbeda dengan Sumenep bagian barat. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Kangean dan Sapudi (K. Sutisna dkk, 1993), formasi batuannya tersusun atas batuan sedimen klastika dan karbonat dengan jurus barat-timur,” ujar Wafid.

Badan Geologi juga mencatat bahwa morfologi wilayah di sekitar pusat gempa bervariasi, dari dataran aluvial di pesisir hingga perbukitan bergelombang di wilayah tengah Pulau Sapudi dan Madura. Batuan muda dan sedimen lapuk di wilayah ini berpotensi memperkuat guncangan gempa.

“Kekerasan batuan di wilayah Sumenep dipengaruhi umur dan litologi. Batuan muda cenderung lebih rapuh dibandingkan batuan tua dan kompak,” tutur Wafid.

Secara geoteknik, wilayah sekitar pusat gempa diklasifikasikan dalam kelas tanah D (tanah sedang) dan E (tanah lunak), sehingga tingkat amplifikasi guncangan sangat bergantung pada kondisi setempat.

Laporan BMKG menunjukkan guncangan terasa kuat di Pulau Sapudi dengan intensitas V–VI MMI, IV MMI di Sumenep, III–IV MMI di Pamekasan, Situbondo, Sampang, dan Surabaya. Getaran juga dirasakan di sejumlah daerah lain seperti Tuban, Bali, hingga Lombok.

“Berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi, daerah yang berada dekat dengan sumber gempa dikategorikan rawan rendah hingga menengah,” ujar Wafid.

Dengan kondisi tektonik dan seismik seperti itu, Sumenep dan Surabaya kini masuk dalam wilayah yang perlu mendapat perhatian serius dalam mitigasi risiko bencana gempa di Jawa Timur.


(*)

TerPopuler

close