ETOLESA.WEB.ID - SUMENEP – Keberadaan PT Wira Usaha Sumekar atau akrab dengan sebutan PT. WUS terus menjadi topik perbincangan.
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang satu ini dinilai tidak sehat secara finansial, tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan, dan sudah dua tahun tak menyumbang pada PAD Sumenep.
Bahkan, keberlanjutan operasionalnya disebut-sebut justru membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sumenep.
Meskipun demikian, upaya penyelamatan PT WUS terus dilakukan, dan salah satu langkah yang tengah dipersiapkan adalah rancangan peraturan daerah (raperda) terkait penyertaan modal.
Entah ini penyertaan modal yang keberapa, dan penyertaan modal kali dilakukan dengan tujuan agar BUMD ini dapat menguasai minimal 99 persen saham yang ada. Namun, wacana ini memicu perdebatan di kalangan DPRD Anggota Sumenep.
Anggota Komisi II DPRD Sumenep, Juhari, mengungkapkan keraguannya terhadap efektivitas penambahan saham untuk PT WUS. Ia menilai langkah ini tidak menjamin perkembangan perusahaan, bahkan berpotensi menambah beban keuangan bagi pemerintah daerah.
“Ketika saham sudah disatukan ke PT WUS, apakah bisa menghasilkan? Jangan sampai justru kembali merugikan kas daerah,” ujarnya kepada media JPRM, Minggu (23/3).
Juhari menambahkan, raperda penyertaan modal ini akan dibahas lebih lanjut oleh panitia khusus (pansus).
Ia memperkirakan akan ada dinamika dalam pembahasan, mengingat setiap anggota pansus memiliki sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, ia meminta PT WUS untuk memaparkan langkah konkret dalam pengelolaan bisnisnya ke depan.
“Kami masih ragu dengan keberhasilan PT WUS ketika sudah menguasai saham minimal 99 persen,” tegasnya.
Saat ini, kepemilikan saham pemerintah daerah di PT WUS tercatat sebesar 75,30 persen. Sementara itu, PT MMI memiliki 24,20 persen saham, Perumda Sumekar 0,45 persen, dan seorang individu bernama Agus Suryawan memiliki 0,05 persen saham.
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2016, pemerintah daerah diwajibkan memiliki minimal 99 persen saham dalam BUMD yang akan mengelola Participating Interest (PI). Sisa kepemilikan sahamnya pun harus sepenuhnya terafiliasi dengan pemerintah daerah.
Di sisi lain, Direktur Utama PT WUS, Zainul Ubbadi, mengakui bahwa kondisi keuangan perusahaan sedang sulit.
Menurutnya, pada tahun ini, PT WUS tidak mampu menyetor dividen kepada pemegang saham. Pendapatan yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional.
“Pada 2024, pendapatan kami hanya sekitar Rp 50 juta. Jumlah tersebut jelas tidak mencukupi untuk menutupi biaya operasional,” jelas Zainul.
Selain PI, PT WUS juga memiliki unit usaha berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Namun, bisnis tersebut belum mampu memberikan kontribusi signifikan.
“Pada 2024, pendapatan kami hanya sekitar Rp 50 juta. Jumlah tersebut jelas tidak mencukupi untuk menutupi biaya operasional,” jelas Zainul.
Selain PI, PT WUS juga memiliki unit usaha berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Namun, bisnis tersebut belum mampu memberikan kontribusi signifikan.
Omzet yang dihasilkan terbilang kecil, sementara setiap tahun perusahaan juga harus menanggung biaya penyusutan aset.
“Kami tetap mengalami kerugian, sehingga tidak bisa membagikan keuntungan kepada pemegang saham,” pungkasnya.
Nasib PT WUS kini berada di tangan pemerintah daerah dan DPRD Sumenep. Apakah rencana penyertaan modal ini bisa menjadi solusi atau justru memperburuk kondisi keuangan daerah, masih menjadi pertanyaan besar yang menunggu jawaban.
“Kami tetap mengalami kerugian, sehingga tidak bisa membagikan keuntungan kepada pemegang saham,” pungkasnya.
Nasib PT WUS kini berada di tangan pemerintah daerah dan DPRD Sumenep. Apakah rencana penyertaan modal ini bisa menjadi solusi atau justru memperburuk kondisi keuangan daerah, masih menjadi pertanyaan besar yang menunggu jawaban.
(*)